“ Al-Aam“
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah Ushul Fiqih II
Program
Studi siyasah Semester IV
Di Susun Oleh :
Asikin Abdul Aziz
(1123030010)
PROGRAM STUDI SIYASAH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa,
sementara qaidah ushuliyyah itu berkaitan dengan bahasa. Dengan demikian qaidah
ushuliyyah berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang terdapat
dalam bahasa (wahyu) itu. Menguasai qaidah ushuliyyah dapat mempermudah fakif
untuk mengetahui hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya.
Dalam hal ini Qaidah fiqhiyah pun berfungsi sama dengan qaidah ushuliyyah,
sehingga terkadang ada suatu qaidah yang dapat disebut qaidah ushuliyyah dan qaidah
fiqkiyah.
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai
pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang
mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum
syari'at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci.
Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara' dan
hukum-hukum yang ditunjukkannya.
Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting
diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan, salah satunya adalah Al ‘am. Makalah ini akan membahas Al‘am secara lebih mendalam
dari konsekwensi hukumnya serta contonnya..
B. Rumusan Masalah
Dalam
pembahasan makalah ini juga ada beberapa rumusan masalah diantaranya yaitu :
1.
Apa
definisi dari Al’aam ?
2.
Dzalalah Lafadz
Al’Aam?
3.
Macam Macam
Al’aam?
4.
Serta berikan
contoh-contohnya ?
C. Maksud dam
tujuan
1.
Mahasiswa mampu
memahami definisi al-aam itu sendiri
2.
Mahasiswa mampu
mengetahui dzalalah lafadz al’aam
3.
Selain itu juga
mahasiswa mampu mengetahui maam macam al’aam
4.
Dan yang terahir
mahasiswa mampu mengetahui, dan memahami contoh-contoh dari al’aam
\
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Dari
Al’aam
‘Am menurut bahasa
artinya merata, yang umum; dan menurut istilah adalah " Lafadz yang
memiliki pengertian umum, terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafadh
itu ".Dengan pengertian lain, ‘am adalah kata yang memberi pengertian
umum, meliputi segala sesuatu yang terkandung dalam kata itu dengan tidak
terbatas. Lafazh ‘amm mempunyai tingkat yang luas, yaitu suatu makna yang mencakup
seluruh satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
“Setiap lafazh yang mencakup banyak, baik secara
lafazh maupun makna” (Hanafiyah), “Suatu lafazh yang dari suatu segi menunjukkan dua
makna atau lebih” (Al-Ghazali), Lafazh yang mencakup semua yang cocok untuk lafazh
tersebut dalam satu kata” (Al-Bazdawi). menurut Uddah ( dari kalangan ulama' Hanbali )"
suatu lafadz yang mengumumi dua hal atau lebih"
Suatu lafazh ‘amm yang disertai qarinah (indikasi)
yang menunjukkan penolakan adanya takhsis adalah qath’i dilalah, dan yang
disertai qarinah yang menunjukkan yang dimaksud itu khusus, mempunyai dilalah
yang khusus
Menurut Hanafiyah, pada lafazh ‘amm itu, kehendak
makna umumnya jelas, tegas dan tidak memerlukan penjelasan, oleh karena itu
Hanafiyah tidak mewajibkan tertib dalam berwudhu, karena dalam Al-Maidah ayat 6
sudah cukup jelas dan tegas tidak memerintahkan tertibnya berwudhu. Sedangkan
Jumhur Ulama mewajibkan tertib dalam berwudhu berdasar hadis:
“Allah tidak
menerima sholat seseorang sehingga ia bersuci sesuai tempatnya (tertib
pelaksanaannya), maka hendaklah ia membasuh wajahnya kemudian dua tangannya”.
Hadits ini menunjukkan keharusan tertib dalam
berwudhu, sementara menurut Hanafiyah, tertib itu hanya sunat mu’akadah saja.
B.
Dalalah Lafadz ‘am
Jumhur Ulama, di antaranya Syafi'iyah, berpendapat
bahwa lafadz ‘am itu dzanniy dalalahnya atas semua satuan-satuan di dalamnya.
Demikian pula, lafa{dz ‘am setelah di-takhshish, sisa satuan-satuannya juga
dzanniy dalalahnya. sehingga
terkenallah di kalangan mereka suatu kaidah ushuliyah yang berbunyi: "Setiap
dalil yang ‘am harus ditakhshish". Selain itu di kalangan mereka
didapat pula satu faedah yang lain yang berbunyi
Menurut
sebagian ulama termasuk ulama madzhab Hanafi, bahwa lafadz Al-‘Aam yang belum
di khususkan secara pasti mencakup
seluruh afrasd yang terkandung dalam pengertiannya. Jadi dilalahnya terhadap
seluruh afrad bersifat qat’I. apa bila dikhususkan, maka dilalahnya terhadap
yang sisa dari pada afrad sesudah pengkhususan bersifat zanni. Jadi dilalah
lafadz al’Aam bersifat Qat’I sebelum pengkhususan dan bersifat zhanni setelah pengkhususan.
Akibatnya menurut jumhur al-‘Aam
boleh dikhususkan dengan dalil zanni baik untuk pengkhususan pertama, kedua dan
seterusnya, karena yang dzanni dapat di khususkan dengan dalil zanni. Sedangkan
menurt Hanafi dan kawan-kawan pengkhususan pertama terhadap lafdz Al-‘Aamtidak
boleh dengan dall zanni tetapi harus dengan dalil qat’I, karena yang qat’I
hanya dapat dikhususkan dengan dalil qat’I, tidak boleh dalil dzanni. Adapun
pengkhususan kedua, ketiga dan seterusnya
boleh dengan dalil dzanni karena dilalah Al-‘Aam yang sudah dikhususkan
bersifat zanni.
Perbedaan pendapat ini
akankelihatan akibatnya, apa bila terjadi pertentangan antara Al-‘aam dan
Al-Khaash. Misalnya: seorang atasan berkata kepada bawahannya:” jangan enkau
berikan barang ini kepada siapapun”, kemudian ia berkata lagi: “ berikanlah
barang ini kepada si Ali”.
Menurut ulama hanafiyah dan
kawan-kawan, didahulukan mana yang lebih dahulu disebutkan. Kalau Al-‘Aam yang
lebih dahulu disebutkan, maka Al-‘Aamlah yang dipegang, demikian pula
sebaliknya, karena Al-‘Aam yang belum dikhususukan dan Al-Khash sama-sama qar’I, sebab itu tidak
dapat membatalkan satu sama lain. Satu-satunya cara adalah berpegang kepada
yang lebih dahulu disebutkan, baik Al-‘Aam atau AlKhaash. Dalam kejadian
tersebut diatas , barang tersebut tidak boleh diberikan kepada siapapun.
C.
Macam - Macam Al’ aam
Dari penelitian terhadap nask menunjukkan bahwa al’
aam dibagi menjadi 3 macam.
1.
Al’ aam yang dimaksudkan adalah umum secara pasti
yaitu al’ aam yang disertai alasan yang dapat menghilangkan kemungkinan
takhshih.
2.
Al’ aam yang dimaksud khusus secara pasti yaitu al’
aam yang disertai alasan yang dapat menghilangkan ketetapannya atas makna umum
dan menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah sebagian satuannya.
·
Contohnya dalam
Qs Al-Imron Ayat 97
ÏmÏù 7M»t#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzy tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
Lafazh annasu (manusia) dalam ayat tersebut adalah
‘am, yakni semua manusia. Akan tetapi yang dimaksud adalah khusus, yaitu
orang-orang yang mukallaf (dewasa dan berakal) saja. Karena menutrut akal Allah
SWTtidak mewajibkan haji kepada orang-orang yang belum dewasa atau orang-orang
yang tidak sempurnah akalnya. Petunjuk akal inilah yang menjadi qarinat yang
menghilangkan arti umum lafazh itu
3.
Al’ aam yang takhshish1, yaitu al’ aam yang mutlak
tidak disertai dengan alasan yang meniadakan kemungkinan takhshish, tidak pula
meniadakan petunjuknya atas umum.
D.
Macam
Macam Lapadz Aam Dan Contohnya
1.
Kullun,
Jami’un , Kaffah Dan Ma’syara
·
Contoh kullun :
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati”. (Q.S Ali Imran ayat 185).
·
Contoh jami’un:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ
لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“dia-lah Allah, yang menjadikan kamu di
permukaan bumi ini semua” (Q.SAl-Baqarah ayat 29)
·
Contoh kaffah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ
“dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (Q.SSaba’ ayat
28)
·
Contoh Ma’syara
يا معشر الانس والجن الم
يأتكم رسل منكم يقصون عليكم اياته وينذرونكم لقاء يومكم هذا
“hai sekalian Jin dan Manusia! Tidaklah
sampai kepadamu utusan-utusan yang menceritakan ayat-Ku kepadamu? serta
menakuti kamu akan pertemuan hari ini (Q.Sal-An’am ayat 12)
2.
Man
Dan Maa
·
Contoh man:
مَن يَعْمَلْ سُوءًا
يُجْزَ بِهِ
Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
diberi pembalasan dengan kejahatan itu (Q.SAn-Nisa’ ayat 123).
·
Contoh maa:
وَمَا تُنفِقُوا مِنْ
خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu
sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (Q.SAl-Baqarah ayat 272).
3.
Man
Dan Maa untuk istifham (pertanyaan)
·
Contoh man:
مَّن ذَا الَّذِي
يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا
“Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik”. (Q.SAl-Baqarah ayat 245)
·
Contoh maa:
مَا سَلَكَكُمْ فِي
سَقَرَ
"Apakah yang memasukkan kamu ke
dalam Saqar (neraka)?" (Q.SAl-Mudatsir ayat 42)
·
Contoh aina:
اين تسكن
“dimana kamu tinggal”
·
Contoh mata:
متى نصرالله
“Kapan
akan datang pertolongan Allah”
4.
Nakirah
Ba’da Nafa
·
Contoh
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَّا
تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا
تَنفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنصَرُونَ
“dan takutlah kamu kepada suatu hari di
waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak
akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu
syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.”( Q.SAl-Baqarah ayat
123)
5.
Isim
Mausul
·
Contoh:
وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya”. (Q.SAn-nur
ayat 4)
6.
Idhafah
·
Contoh :
وَإِن
تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ
“dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya” (Q.S Ibrahim ayat 34).
7.
alif
lamharfiyah
·
Contoh :
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik”.(Q.SAl-Baqarah ayat 195)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
‘Am menurut bahasa artinya merata, yang umum; dan
menurut istilah adalah " Lafadz yang memiliki pengertian umum, terhadap
semua yang termasuk dalam pengertian lafadh itu ".Dengan pengertian lain,
‘am adalah kata yang memberi pengertian umum, meliputi segala sesuatu yang
terkandung dalam kata itu dengan tidak terbatas.
Lafazh ‘amm mempunyai tingkat yang luas, yaitu suatu
makna yang mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
“Setiap lafazh yang mencakup banyak, baik secara
lafazh maupun makna” (Hanafiyah), “Suatu lafazh yang dari suatu segi menunjukkan dua
makna atau lebih” (Al-Ghazali), Lafazh yang mencakup semua yang cocok untuk lafazh
tersebut dalam satu kata” (Al-Bazdawi). menurut Uddah ( dari kalangan ulama' Hanbali )"
suatu lafadz yang mengumumi dua hal atau lebih"
Dalalah
Lafadz ‘am
Jumhur Ulama, di antaranya Syafi'iyah, berpendapat
bahwa lafadz ‘am itu dzanniy dalalahnya atas semua satuan-satuan di dalamnya.
Demikian pula, lafa{dz ‘am setelah di-takhshish, sisa satuan-satuannya juga
dzanniy dalalahnya. sehingga terkenallah di kalangan mereka suatu
kaidah ushuliyah yang berbunyi: "Setiap dalil yang ‘am harus
ditakhshish". Selain itu di kalangan mereka didapat pula satu faedah
yang lain yang berbunyi
Al-‘am
terbagi tiga macam diantaranya adalah:
·
Al-‘am yang secara pasti itu dimaksudkan untuk umum.
Yaitu al-‘am yang disertai qarinat dapat dapat meniadakan kemungkinan untuk
di-takhshish
·
Al-‘am secara pasti dimaksuskan untuk khusus. Yakni
al-‘am yang disertai qarinat yang dapat
menghilangkan arti umumnya dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dari padanya
adalah sebagian dari satuannya.
·
Al-‘am yang khusus untuk ‘am yaitu ‘am muthlaq. Yang
dimaksud adalah ‘am yang tidak disertai qarinat yang menghilangkan kemungkinan
dikhusukan dan tidak disertai pula qarinat yang menghilangkan keumumannya.
DAFTAR
PUSTAKA
DR. Zainuri, Dasar-dasar Ilmu Fiqh Lengkap, PT.
Bulan Bintang, Jakarta
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan
Terjemahannya, Yayasan Penterjemah/ Pentafsiral-Qur’an,
Satria Effendi, Prof.Dr.H, M.Zein, Ushul
Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2005.
http://sutrisnoattarmasie.blogspot.com/2011/03/ushul-fiqh-al-am-dan-al-khas.html
0 komentar:
Post a Comment