Makalah Al-sultoh Al-Qadhaiyyah



  Al-sultoh Al-Qadhaiyyah
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Siyasah Dusturiyah
Program Studi siyasah Semester III
                                                  
Oleh :
Asikin Abdul Aziz                  (1123030010)








PROGRAM STUDI SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013

KATA PENGANTAR
اَلْحَمْدُاِللهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِي قُلُوْبِ اْلمُؤْمِنِيْنَ, لِيَزْدَادُوْا إِيْمَانًا مَعَ إِيْمَانِهِمْ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَافِ اْلَأنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَلْحَمْدُلِّلِه بِفَضْلِ الله وَكَرَامَهُ نَسْتَطِعُ اِنْ نُئَادِى وَنَعْمَلُ هَذِهِ اْلوَظِيْفَةِ تَحْتَ اْلمَوْضُوْعِ"قِرَاءَةُاْلقُرْاَنَ".
Segala puji dan kemuliaan hanyalah milik Rabb semata, atas segala rahmat dan ni’mat-Nya yang telah dikaruniakan kepada segenap hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selamanya tercurah atas junjungan alam yang menajadi penuntun umatnya ke jalan shirotol mustaqim.
Atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, alhamdulillah kami dapat menyusun dan menyelesaikan sebuah kajian ilmiah tentang “Al-Sultoh Al-Qadhaiyyah” dengan wasilah tugas disertai bimbingan dan dorongan dari dosen mata kuliah Siyasah Dusturriyah .Disamping itu, kami  sadari sepenuhnya bahwa kajian makalah yang kami  sajikan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami selalu berharap atas kritik dan sarannya yang membangun, guna peningkatan di masa yang akan datang.
Akhirnya kami  berharap, semoga sekecil apapun untaian kata yang kami  sajikan sebagai rangkaian ilmu dalam makalah ini senantiasa menjadi bongkahan-bongkahan ilmu yang senantiasa bermafaat dunia dan akhirat. Amin


   Bandung 12 November 2013

                                       Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i......
DAFTAR ISI................................................................................................................ i......
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1      
1.1  Latar Belakang................................................................................................. 1......            
1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 1......
1.3  Maksud dan Tujuan Makalah.......................................................................... 1......
BABII PEMBAHASAN............................................................................................ 2......
2.1  Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif )................................... 2     
2.2  Konsep Lembaga Negara Dalam Islam............................................................ 2
2.3  Konsep Lembaga Negara Menurut UUD 1945................................................ 3
2.4  Sejarah Lembaga Yudikatif Indonesia Kekuasaan Badan Yudikatif Di
Indonesia.................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 10
KESIMPULAN........................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 12


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Banyak bermunculan lembaga-lembaga baik ketika sejak sejarah Islam dahulu maupun lembaga yang baru yang dibentuk untuk membantu dalam menyelasaikan permasalahan dalam Negara, supaya tugas negara tidak sepenuhnya dijalankan hanya pada satu lembaga saja. Maka dari itu kami akan mencoba menguraikan tentang kekuasaan lembaga yudikatif atau disebut dengan Al-qhadhai’yyah, serta bagaimana Konsep lembaga negara dalam islam itu sendrir seperti apa dan menurut UUD 1945 bagaimana. Begitupun tentang sejarah dan kekuasaan Yudikatif di Indonesia

1.2   Rumusan Masalah
1. Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif )?
2. Bagaimana Konsep Lembaga Negara Dalam Islam?
3. Bagaimana Konsep Lembaga Negara Menurut UUD 1945?
4. Sejarah Lembaga Yudikatif Indonesia dan Kekuasaan Badan Yudikatif Di Indonesia?

1.3   Maksud Dan Tujuan
1. Mengetahui pengertian al-qhadhai’iyyah
2. Mengetahui konsep lembaga negara dalam islam
3. Mengetahui konsep negara menurut UUD
4.  Mengetahui sejarah yudikatif di Indonesia dan kekuasaan Yudikatif di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif )
Dalam kamus ilmu politik, yudikatif adalah kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan. Dan dalam konsep Fiqh Siyasah, kekuasaan yudikatif ini biasa disebut sebagaiSulthah Qadhaiyyah.
Kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan permusuhan, pidana dan penganiayaan, mengambil hak dari orang durjana dan mengembalikannya kepada yang punya, mengawasi harta wakaf dan persoalan-persoalan lain yang diperkarakan di pengadilan. Sedangkan tujuan kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan kebenaran dan menjamin terlaksananya keadilan serta tujuan menguatkan negara dan menstabilkan kedudukan hukum kepala negara.
Penetapan syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya (syariat Islam) memerlukan lembaga untuk penegakannya. Karena tanpa lembaga (al-Qadha) tersebut, hukum-hukum itu tidak dapat diterapkan. Dalam sistem pemerintah Islam, kewenangan peradilan (al-Qadha) terbagi ke dalam tiga wilayah, yaitu Wilayah Qadha, Wilayah Mazhalim, dan Wilayah Hisbah.
2.2  Konsep Lembaga Negara Dalam Islam
Dalam sejarah Ketatanegaraan Islam, terdapat tida badan kekuasaan, yaitu : Sulthah al-tasyri’iyyah (kekuasaan Legislatif), Sulthah al-thanfidziyah (Kekuasaan Eksekutif), Sulthah al-qadha’iyyah (Kekuasaan Yudikatif).
Prinsip kedaulatan rakyat menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu biasanya diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (distribution of power).
Sedangkan dalam islam yang menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan adalah berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang di tetapkan Al-Quran dan Al – Hadist Nabi Muhammad SAW. Prinsip pertama adalah bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena ia yang telah menciptakannya. Prinsip kedua adalah bahwa hukum islam ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist nabi, sedangkan Hadist merupakan penjelasan tentang Al-Qur’an.[1]
Adapun tugas As-Sulthah al-qadhai’iyyah adalah mempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif. Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya meliputi wilayah al-hisbah (lembaga peradilan untuk menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran ringan seperti kecurangan dan penipuan dalam bisnis), wilayah al-qadha (lembaga peradilan yang memutuskan perkara-perkara sesama warganya, baik perdata maupun pidana), dan wilayah al-mazhalim (lembaga peradilan yang menyelesaikan perkara penyelewengan pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya, seperti pembuatan keputusan politik yang merugikan dan melanggar kepentinagn atau hak-hak rakyat serta perbuatan pejabat negara yang melanggar hak rakyat. [2]

2.3  Konsep Lembaga Negara Menurut UUD 1945
Menurut UUD 1945 pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), yang berbunyi “(1) Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Untuk melaksanakan fungsi negara, maka dibentuk alat-alat perlengkapan negara. Jumlah kedudukan, kekuasaan dan wewenang masing-masing negara tidak sama. Alat kelengkapan Negara Republik Indoonesia dengan menganut teori “pemisahan kekuasaan” (Separation of Power), dengan prinsip check and balances sebagai ciri pelekatnya[3]. Maka dengan teori ini, dikenal dengan tiga lembaga negara sebagai alat kelengkapan negara, yaitu Lembaga Legislatif terdapat DPR dan DPD, Lembaga Eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden dan Lemabaga Yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan sebagai pengawasan keuangan ada BPK.
Lembaga yudikatif memiliki wewenang judisial yang bertugas menjalankan wewenang kehakiman, baik dilapangan hukum publik (pidana, administrasi negara) dan dilapangan hukum privat (perdata, dagang), baik dikalangan sipil maupun militer.
Ketentuan dasar mengenai organ dan wewenang kehakiman, umumnya terdapat dalam UUD 1945. Misalnya dalam bab IX UUD 1945 yang berjudul “Kekuasaan Kehakiman” yaitu Pasal 24:
1.       Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan menurut Undang-undang.
2.      Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan Undang-undang.[4]

2.4  Sejarah Lembaga Yudikatif Indonesia Kekuasaan Badan Yudikatif Di
                                                   Indonesia
Masyarakat yang telah berorganisasi dalam bentuk negara baik kerajaan maupun republik, demokratis, parlementer, presidensial, maupun bentuknya negara kesatuan yang atau federal, mempunyai hukum tertulis yang di bentuk  oleh lembaga legislatif perlu di jaga oleh lembaga yudikatif yang mempunyai  wewenang untuk mengadili. Untuk dapat mengetahui tentang bagaimana suatu aturan hukum harus di jaga memerlukan perjalanan panjang.
Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pergantian dan perubahan UUD yang tentu saja yang mempengaruhi proses embrio ekuasaan yudikatif di indonesia, sejak awal memang di soroti secara tajam oleh para pendiri negara(founding father). Dapat di telusuru dalam pernyataan muhammad yamin ketika mengusulkan desain kewenangan mahkamah agung (Balai Agung[5]). mahkamah adalah organisasi tertinggi, sehingga dalam hak membanding (judicial riview) Balai Agung inilah yang akan memutuskaan apakah produk hukum dari lembaga-lembaga tinggi negara lannya sejalan atau tidak dengan hukum adat,syari’ah dan UUD[6].
Strategi yang di usulkan oleh muhammad yamin menghendaki agar balai agung tidak hanya melaksanakan kekuasdaan yudikatif, teteapi juga memiliki kewenangan untuk membandingkan apakah undang-undang yang di uat oleh DPR  tidak melangar UUD atau bertentangan dengan hukum adat yang di akui atau pula tidak bertentangan dengan syariat islam.
Jadi dalam mahkamah tinnggi itu hendaknya dibentuk bukan hanya badan sipil dan kriminal, tetapi juga mahkamah adat dan mahkamah islam tinggi yang kerjaannya tidak hanya sebatas kekuasaan yudikatif. Tidak dapat di hindari mahkamah agung seyogyanya juga dapat membandiingkan laporan tentang pendapatnya kepada presiden RI tentang segala hal yang melanggar hukumm dasa, hukum, dan aturan syari’ah.
Dalam doktrin trias politica lembaga yudikatif dikatakan sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengadili apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan hukum yang di buat oleh lembaga legislatif. Dalam tulisan ini di gunakan istilah lembaga yudikatif merujuk pada konsistensi  doktin trias politica.
Dalam sistem hukum yang berlaku di indinesia, khususnya sistem hukum perdata, hingga kini masih terdapat dualisme, yaitu:
a.       Sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli indonesia dan umumnya tidak tertulis.
b.      Sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode Prancis jaman Napoleon yang di pengaruhi oleh hukum romawi.
Asas kebebasan badan yudikatif (independent judicialy) juga di kenal di indonesia. Hal itu terdapat dalam penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 1945 Mengenai kekuasaan kehakiman yang menyatakan :” kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus di adakan jaminan dakam undang-undang tentang kedudukan para hakim”. [7]
Akan tetapi dalam demokrasi terpimpin terjadi penyelewengan- penyelewengan terhadap asas kebasan badan yudikatif seperti yang di tetapkan oleh UUD 1945 yaitu dengan di keluarkannya undang-undang  No 19 Tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang dalam pasal 19 undang-undang itu dinyatakan “ demi kepentingan repolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentiingan masyarakat yang mendesak, presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan “. Didalam penjelasan umum undang-undang itu di nyatakan bahwa trias politica tidak mempunyai tempat sama sekalik dalam hukum nasional hukum indonesia karena kita berada dalam revolusi dan di katakan selanjutnya bahwa pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuasaan membuat undang-undang.
Di samping itu dalam demokrasi terpimpin telah terjadi penyelewengan lain yang juga bertentangn dengan asas kebebasan badan yudikatif, yaitu memberi status menteri kepada ketua mahkamah agung. Dengan demikian jabatan ketuamahkamah agung yang sebenarnya merupakan jabatan yang terpisah dari badan eksekutif menjadi bagian dari badan eksekutif pula, di smping merupakan dari bagian badan yudikatif dalam masa orde baru keadaan ini segera di koreksi dan ketua mahkamah agung tidak lagi menjadi menteri atau pembantu presiden.
Kekuasaan yudikatif setelah masa repormasi banyak mengalami perbuhan, amandemen ke 3 UUD 1945 yang di sahkan pada tanggal 10 November Tahun 2001, mengenai bab kekuasaan kehakiman ( BAB IX ) memuat beberapa perubahan (Pasal 24 A, 24 B. 24 C). Amandemen menyebutkan penyelengaraan kekuasaan kehakiman terdiri atas mahkamah agung dan mahkamah konstitusi. Mahkamah Agung bertugas untuk menguji perundangan di bawah UU terhadap UU sedngkan mahkamah konstitusi mempunyai kewenangan menguji UU terhadap UUD 45.
Secara garis besar setelah masa reformasi dapat di rincikan sebagi berikut:
a.       Mahkamah Konstitusi
Berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk:
·         Menguji undang undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review).
·         Memutus sengketa kewenangan lembaga negara.
·         Memutus pembubaran partai politik
·         Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum[8].
Selanjutnya berwenang memberikan putusan pemakjulan (impeachment) presiden dan wakil presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyusupan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
Mahkamah konstitusi beranggotakan sembilan orang hakim konstitusi yang di tetapkan oleh president yang di ajukan masing masing tiga orang oleh MPR,  DPR, Dan Presiden. Dan mahkamah konstitusi tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara.
b.      Mahkamah Agung (MA)
Kewenangannya adalah menyelenggarakan kekuasaan peradilan yang berada di lingungan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha negara. Mahkamah agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi. Dan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (pasal 24 A). Calon Hakim Agung di ajukan oleh komisi yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan di tetapkan sebagai Hakim Agung oleh presiden. Ketua dan wakil mahkamah agung di pilih dari dan oleh hakim Agung.
c.       Komisi Yudisial (KY)
Adalah suatu lembaga baru yang bebas dan mandiri, yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan Berwenang dalam rangka menegakan kehormatan dan perilaku hakim. Anggota komisi yudisial di angkat dan di berhetikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B).[9]
Memang harus di akui bahwa perjalanan repormasi di indonesia sejak mei 1998 tak semudah yang di rencanakan namun dalam bidang hukum ada banyak upaya memperbaikinya dengan tujuan untuk menegakan supremasi hukum dan modernasasi hukum. Salah satunya dengan di bentuknya lembaga-lembaga baru , atau yang sudah ada sebelunya seperti Komisi Nasional hak asasi manusia (Komnas HAM) yang awal pembentukannya berdasarkan keputusan presiden (Keppres) No 50 tahun 1993.
 Lembaga baru tersebut antara lain:
·         Komisi hukum nasional (KHN) yang di bentuk melalui keputusan presiden No 15 Tahun 2000 tanggal 18 Pebruari 2000. Pembentukan komisi hukum nasiona adalah untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi menegakan suplemasi hukum dan hak hak asai manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dalam melakukan pengkajian masalah- masalah hukum.
·         Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) pembentukannya melalui undang undang No 30 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi .pembentukan KPK merupakan respon pemerintah terhadap rasa pesimistis masyrakat terhadap kinerja dan reputasi kejaksaan maupun polisi dalam pemberantasan Korupsi
·         Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, yang di kenal dengan sebutan komnas perempuan . lendependen ini di bentuk sebagai mekanisme nasiona untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, didirikan tanggal 15 oktober 1998 berdasar keputusan presiden No 181 tahun 1996
·         Komisi Ombudsman Nasional Atau Di singkat KON , Di bentuk tanggal 20 maret 2000 berdasarkan keputusan presiden No 44 Tahun 2000 KON berperan agar pelayanan umum yang di jalankan oleh instansi-instansi pemerintah berjaan dengan bak dan menerima pengaduan masyarakat tujuannya membabtu enciptakan kondisi yang kondusip dalam melaksanakan KKN dan meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum dan kesejahteraan
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif )
Dalam kamus ilmu politik, yudikatif adalah kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan. Dan dalam konsep Fiqh Siyasah, kekuasaan yudikatif ini biasa disebut sebagaiSulthah Qadhaiyyah.
Kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan permusuhan, pidana dan penganiayaan, mengambil hak dari orang durjana dan mengembalikannya kepada yang punya, mengawasi harta wakaf dan persoalan-persoalan lain yang diperkarakan di pengadilan. Sedangkan tujuan kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan kebenaran dan menjamin terlaksananya keadilan serta tujuan menguatkan negara dan menstabilkan kedudukan hukum kepala negara.
Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pergantian dan perubahan UUD yang tentu saja yang mempengaruhi proses embrio ekuasaan yudikatif di indonesia, sejak awal memang di soroti secara tajam oleh para pendiri negara(founding father). Dapat di telusuru dalam pernyataan muhammad yamin ketika mengusulkan desain kewenangan mahkamah agung (balai agung) . mahkamah adalah organisasi tertinggi, sehingga dalam hak membanding (judicial riview) Balai Agung inilah yang akan memutuskaan apakah produk hukum dari lembaga-lembaga tinggi negara lannya sejalan atau tidak dengan hukum adat,syari’ah dan UUD.
·         Konsep Lembaga Negara Dalam Islam
Dalam sejarah Ketatanegaraan Islam, terdapat tida badan kekuasaan, yaitu : Sulthah al-tasyri’iyyah (kekuasaan Legislatif), Sulthah al-thanfidziyah (Kekuasaan Eksekutif), Sulthah al-qadha’iyyah (Kekuasaan Yudikatif).
Prinsip kedaulatan rakyat menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu biasanya diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (distribution of power).

Secara garis besar setelah masa reformasi dapat di rincikan sebagi berikut:
·         Mahkamah Konstitusi
·         Mahkamah Agung (MA)
·         Komisi Yudisial (KY)
·         Komisi Yudisial (KY)
Ketentuan dasar mengenai organ dan wewenang kehakiman, umumnya terdapat dalam UUD 1945. Misalnya dalam bab IX UUD 1945 yang berjudul “Kekuasaan Kehakiman” yaitu Pasal 24:
·         Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan menurut Undang-undang.
·         Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan Undang- undang
Dalam sistem hukum yang berlaku di indinesia, khususnya sistem hukum perdata, hingga kini masih terdapat dualisme, yaitu:
·         Sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli indonesia dan umumnya tidak tertulis.
·         Sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode Prancis jaman Napoleon yang di pengaruhi oleh hukum romawi.


DAFTAR PUSTAKA
Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah Teori Politik Islam, cet III,(Bandung : Mizan , 1996) hlm 57
Ridwan HR, fiqh Politik gagasan, harapan dan kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press,2007). Hlm 273
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Dede Rosyada, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, h.111
Sarip,S.H & Achmad Rizky Pratama, Mengungkap Wajah Peradilan Tata Negara Indonesia, Lengge Prinitka, Yogyakarta: 2008, hlm. 60
Ahmad syahrizal dalam jurnal konstitusi , Volt.3, No.1,February 2006 hlm.125


[1] Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah Teori Politik Islam, cet III,(Bandung : Mizan , 1996) hlm 57
[2]  Ridwan HR, fiqh Politik gagasan, harapan dan kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press,2007). Hlm 273
[3]  Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
[4] Dede Rosyada, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, h.111
[5]  Sarip,S.H & Achmad Rizky Pratama, Mengungkap Wajah Peradilan Tata Negara Indonesia, Lengge Prinitka, Yogyakarta: 2008, hlm. 60
[6] Ahmad syahrizal dalam jurnal konstitusi , Volt.3, No.1,February 2006 hlm.125
[7] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2008, hlm. 357
[8] Ibid,hlm. 360
[9] Ibid, hlm. 361

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com