“ Al-sultoh
Al-Qadhaiyyah“
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah Siyasah Dusturiyah
Program Studi siyasah Semester III
Oleh :
Asikin Abdul
Aziz
(1123030010)
PROGRAM STUDI SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
اَلْحَمْدُاِللهِ
الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِي قُلُوْبِ اْلمُؤْمِنِيْنَ, لِيَزْدَادُوْا
إِيْمَانًا مَعَ إِيْمَانِهِمْ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَافِ
اْلَأنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَلْحَمْدُلِّلِه
بِفَضْلِ الله وَكَرَامَهُ نَسْتَطِعُ اِنْ نُئَادِى وَنَعْمَلُ هَذِهِ
اْلوَظِيْفَةِ تَحْتَ اْلمَوْضُوْعِ"قِرَاءَةُاْلقُرْاَنَ".
Segala puji dan kemuliaan hanyalah milik Rabb semata, atas segala rahmat
dan ni’mat-Nya yang telah dikaruniakan kepada segenap hamba-Nya. Shalawat dan
salam semoga selamanya tercurah atas junjungan alam yang menajadi penuntun
umatnya ke jalan shirotol mustaqim.
Atas berkat rahmat
dan hidayah Allah SWT, alhamdulillah kami dapat menyusun dan menyelesaikan
sebuah kajian ilmiah tentang “Al-Sultoh
Al-Qadhaiyyah” dengan wasilah tugas disertai
bimbingan dan dorongan dari dosen mata kuliah Siyasah Dusturriyah .Disamping
itu, kami sadari sepenuhnya bahwa kajian
makalah yang kami sajikan ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka kami selalu berharap atas kritik dan sarannya yang
membangun, guna peningkatan di masa yang akan datang.
Akhirnya kami berharap, semoga sekecil apapun untaian kata
yang kami sajikan sebagai rangkaian ilmu
dalam makalah ini senantiasa menjadi bongkahan-bongkahan ilmu yang senantiasa
bermafaat dunia dan akhirat. Amin
Bandung 12 November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................
i......
DAFTAR ISI................................................................................................................
i......
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................
1
1.1
Latar
Belakang.................................................................................................
1......
1.2
Rumusan
Masalah............................................................................................
1......
1.3
Maksud
dan Tujuan Makalah..........................................................................
1......
BABII PEMBAHASAN............................................................................................
2......
2.1 Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif
)...................................
2
2.2 Konsep
Lembaga Negara Dalam Islam............................................................
2
2.3 Konsep Lembaga Negara Menurut UUD 1945................................................
3
2.4 Sejarah
Lembaga Yudikatif Indonesia Kekuasaan Badan Yudikatif Di
Indonesia....................................................................................................
4
BAB III PENUTUP.....................................................................................................
10
KESIMPULAN...........................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Banyak bermunculan lembaga-lembaga
baik ketika sejak sejarah Islam dahulu maupun lembaga yang baru yang dibentuk
untuk membantu dalam menyelasaikan permasalahan dalam Negara, supaya tugas
negara tidak sepenuhnya dijalankan hanya pada satu lembaga saja. Maka dari itu
kami akan mencoba menguraikan tentang kekuasaan lembaga yudikatif atau disebut
dengan Al-qhadhai’yyah, serta bagaimana Konsep lembaga negara dalam islam itu
sendrir seperti apa dan menurut UUD 1945 bagaimana. Begitupun tentang sejarah
dan kekuasaan Yudikatif di Indonesia
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif )?
2.
Bagaimana Konsep Lembaga Negara Dalam Islam?
3.
Bagaimana Konsep Lembaga Negara
Menurut UUD 1945?
4.
Sejarah Lembaga Yudikatif Indonesia dan Kekuasaan Badan Yudikatif Di Indonesia?
1.3
Maksud
Dan Tujuan
1.
Mengetahui pengertian al-qhadhai’iyyah
2.
Mengetahui konsep lembaga negara dalam islam
3.
Mengetahui konsep negara menurut UUD
4.
Mengetahui sejarah yudikatif di
Indonesia dan kekuasaan Yudikatif di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif
)
Dalam kamus ilmu politik, yudikatif
adalah kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan.
Dan dalam konsep Fiqh Siyasah, kekuasaan yudikatif ini biasa
disebut sebagaiSulthah Qadhaiyyah.
Kekuasaan kehakiman adalah untuk
menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan permusuhan, pidana dan
penganiayaan, mengambil hak dari orang durjana dan mengembalikannya kepada yang
punya, mengawasi harta wakaf dan persoalan-persoalan lain yang diperkarakan di
pengadilan. Sedangkan tujuan kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan
kebenaran dan menjamin terlaksananya keadilan serta tujuan menguatkan negara
dan menstabilkan kedudukan hukum kepala negara.
Penetapan syariat Islam bertujuan
untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya (syariat Islam) memerlukan
lembaga untuk penegakannya. Karena tanpa lembaga (al-Qadha) tersebut,
hukum-hukum itu tidak dapat diterapkan. Dalam sistem pemerintah Islam,
kewenangan peradilan (al-Qadha) terbagi ke dalam tiga wilayah,
yaitu Wilayah Qadha, Wilayah Mazhalim, dan Wilayah
Hisbah.
2.2 Konsep Lembaga
Negara Dalam Islam
Dalam sejarah
Ketatanegaraan Islam, terdapat tida badan kekuasaan, yaitu : Sulthah
al-tasyri’iyyah (kekuasaan Legislatif), Sulthah al-thanfidziyah (Kekuasaan
Eksekutif), Sulthah al-qadha’iyyah (Kekuasaan Yudikatif).
Prinsip
kedaulatan rakyat menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme
kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan
berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat
itu biasanya diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation
of power) atau pembagian kekuasaan (distribution of power).
Sedangkan
dalam islam yang menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme
kelembagaan negara dan pemerintahan adalah berdasarkan prinsip-prinsip tertentu
yang di tetapkan Al-Quran dan Al – Hadist Nabi Muhammad SAW. Prinsip pertama
adalah bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena ia yang
telah menciptakannya. Prinsip kedua adalah bahwa hukum islam ditetapkan oleh
Allah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist nabi, sedangkan Hadist merupakan penjelasan
tentang Al-Qur’an.[1]
Adapun tugas As-Sulthah
al-qadhai’iyyah adalah mempertahankan hukum dan perundang-undangan yang
telah diciptakan oleh lembaga legislatif. Dalam sejarah Islam, kekuasaan
lembaga ini biasanya meliputi wilayah al-hisbah (lembaga peradilan untuk
menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran ringan seperti kecurangan dan
penipuan dalam bisnis), wilayah al-qadha (lembaga peradilan yang
memutuskan perkara-perkara sesama warganya, baik perdata maupun pidana), dan wilayah
al-mazhalim (lembaga peradilan yang menyelesaikan perkara penyelewengan
pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya, seperti pembuatan keputusan politik
yang merugikan dan melanggar kepentinagn atau hak-hak rakyat serta perbuatan
pejabat negara yang melanggar hak rakyat. [2]
2.3 Konsep Lembaga Negara
Menurut UUD 1945
Menurut UUD 1945
pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), yang berbunyi “(1) Negara Indonesia adalah Negara
kesatuan yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Untuk melaksanakan fungsi negara,
maka dibentuk alat-alat perlengkapan negara. Jumlah kedudukan, kekuasaan dan
wewenang masing-masing negara tidak sama. Alat kelengkapan Negara Republik Indoonesia
dengan menganut teori “pemisahan kekuasaan” (Separation of Power), dengan
prinsip check and balances sebagai ciri pelekatnya[3]. Maka
dengan teori ini, dikenal dengan tiga lembaga negara sebagai alat kelengkapan
negara, yaitu Lembaga Legislatif terdapat DPR dan DPD, Lembaga Eksekutif
terdapat Presiden dan Wakil Presiden dan Lemabaga Yudikatif terdapat Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan sebagai pengawasan keuangan
ada BPK.
Lembaga
yudikatif memiliki wewenang judisial yang bertugas menjalankan wewenang
kehakiman, baik dilapangan hukum publik (pidana, administrasi negara) dan
dilapangan hukum privat (perdata, dagang), baik dikalangan sipil maupun
militer.
Ketentuan dasar
mengenai organ dan wewenang kehakiman, umumnya terdapat dalam UUD 1945.
Misalnya dalam bab IX UUD 1945 yang berjudul “Kekuasaan Kehakiman” yaitu Pasal
24:
1. Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan menurut
Undang-undang.
2. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur
dengan Undang-undang.[4]
2.4 Sejarah Lembaga
Yudikatif Indonesia Kekuasaan Badan Yudikatif Di
Indonesia
Masyarakat yang telah berorganisasi
dalam bentuk negara baik kerajaan maupun republik, demokratis, parlementer,
presidensial, maupun bentuknya negara kesatuan yang atau federal, mempunyai
hukum tertulis yang di bentuk oleh lembaga
legislatif perlu di jaga oleh lembaga yudikatif yang mempunyai wewenang untuk mengadili. Untuk dapat
mengetahui tentang bagaimana suatu aturan hukum harus di jaga memerlukan
perjalanan panjang.
Persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan pergantian dan perubahan UUD yang tentu saja yang mempengaruhi proses
embrio ekuasaan yudikatif di indonesia, sejak awal memang di soroti secara
tajam oleh para pendiri negara(founding father). Dapat di telusuru dalam
pernyataan muhammad yamin ketika mengusulkan desain kewenangan mahkamah agung (Balai
Agung[5]).
mahkamah adalah organisasi tertinggi, sehingga dalam hak membanding (judicial
riview) Balai Agung inilah yang akan memutuskaan apakah produk hukum dari
lembaga-lembaga tinggi negara lannya sejalan atau tidak dengan hukum
adat,syari’ah dan UUD[6].
Strategi yang di usulkan oleh
muhammad yamin menghendaki agar balai agung tidak hanya melaksanakan kekuasdaan
yudikatif, teteapi juga memiliki kewenangan untuk membandingkan apakah
undang-undang yang di uat oleh DPR tidak
melangar UUD atau bertentangan dengan hukum adat yang di akui atau pula tidak
bertentangan dengan syariat islam.
Jadi dalam mahkamah tinnggi itu
hendaknya dibentuk bukan hanya badan sipil dan kriminal, tetapi juga mahkamah
adat dan mahkamah islam tinggi yang kerjaannya tidak hanya sebatas kekuasaan
yudikatif. Tidak dapat di hindari mahkamah agung seyogyanya juga dapat
membandiingkan laporan tentang pendapatnya kepada presiden RI tentang segala
hal yang melanggar hukumm dasa, hukum, dan aturan syari’ah.
Dalam doktrin trias politica
lembaga yudikatif dikatakan sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk
mengadili apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan hukum yang di
buat oleh lembaga legislatif. Dalam tulisan ini di gunakan istilah lembaga
yudikatif merujuk pada konsistensi
doktin trias politica.
Dalam sistem hukum yang berlaku di
indinesia, khususnya sistem hukum perdata, hingga kini masih terdapat dualisme,
yaitu:
a.
Sistem hukum
adat, suatu tata hukum yang bercorak asli indonesia dan umumnya tidak tertulis.
b.
Sistem hukum Eropa
Barat (Belanda) yang bercorak kode Prancis jaman Napoleon yang di pengaruhi
oleh hukum romawi.
Asas kebebasan badan yudikatif
(independent judicialy) juga di kenal di indonesia. Hal itu terdapat dalam
penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 1945 Mengenai kekuasaan kehakiman yang menyatakan
:” kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus di adakan jaminan
dakam undang-undang tentang kedudukan para hakim”. [7]
Akan tetapi dalam demokrasi terpimpin
terjadi penyelewengan- penyelewengan terhadap asas kebasan badan yudikatif
seperti yang di tetapkan oleh UUD 1945 yaitu dengan di keluarkannya
undang-undang No 19 Tahun 1964 tentang
ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang dalam pasal 19 undang-undang itu
dinyatakan “ demi kepentingan repolusi, kehormatan negara dan bangsa atau
kepentiingan masyarakat yang mendesak, presiden dapat turut atau campur tangan
dalam soal pengadilan “. Didalam penjelasan umum undang-undang itu di nyatakan
bahwa trias politica tidak mempunyai tempat sama sekalik dalam hukum nasional
hukum indonesia karena kita berada dalam revolusi dan di katakan selanjutnya
bahwa pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan membuat undang-undang.
Di samping itu dalam demokrasi terpimpin
telah terjadi penyelewengan lain yang juga bertentangn dengan asas kebebasan
badan yudikatif, yaitu memberi status menteri kepada ketua mahkamah agung.
Dengan demikian jabatan ketuamahkamah agung yang sebenarnya merupakan jabatan
yang terpisah dari badan eksekutif menjadi bagian dari badan eksekutif pula, di
smping merupakan dari bagian badan yudikatif dalam masa orde baru keadaan ini
segera di koreksi dan ketua mahkamah agung tidak lagi menjadi menteri atau
pembantu presiden.
Kekuasaan yudikatif setelah masa
repormasi banyak mengalami perbuhan, amandemen ke 3 UUD 1945 yang di sahkan
pada tanggal 10 November Tahun 2001, mengenai bab kekuasaan kehakiman ( BAB IX
) memuat beberapa perubahan (Pasal 24 A, 24 B. 24 C). Amandemen menyebutkan
penyelengaraan kekuasaan kehakiman terdiri atas mahkamah agung dan mahkamah
konstitusi. Mahkamah Agung bertugas untuk menguji perundangan di bawah UU
terhadap UU sedngkan mahkamah konstitusi mempunyai kewenangan menguji UU
terhadap UUD 45.
Secara garis besar setelah masa
reformasi dapat di rincikan sebagi berikut:
a.
Mahkamah
Konstitusi
Berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang keputusannya bersifat final untuk:
·
Menguji undang
undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review).
·
Memutus sengketa
kewenangan lembaga negara.
·
Memutus
pembubaran partai politik
·
Memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum[8].
Selanjutnya berwenang memberikan putusan
pemakjulan (impeachment) presiden dan wakil presiden atas permintaan DPR karena
melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyusupan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
Mahkamah konstitusi beranggotakan
sembilan orang hakim konstitusi yang di tetapkan oleh president yang di ajukan
masing masing tiga orang oleh MPR, DPR,
Dan Presiden. Dan mahkamah konstitusi tidak boleh merangkap jabatan sebagai
pejabat negara.
b.
Mahkamah Agung (MA)
Kewenangannya adalah menyelenggarakan
kekuasaan peradilan yang berada di lingungan peradilan umum, militer, agama,
dan tata usaha negara. Mahkamah agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
Dan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang
(pasal 24 A). Calon Hakim Agung di ajukan oleh komisi yudisial kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan dan di tetapkan sebagai Hakim Agung oleh presiden.
Ketua dan wakil mahkamah agung di pilih dari dan oleh hakim Agung.
c.
Komisi Yudisial
(KY)
Adalah suatu lembaga baru yang bebas dan
mandiri, yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan Berwenang
dalam rangka menegakan kehormatan dan perilaku hakim. Anggota komisi yudisial
di angkat dan di berhetikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B).[9]
Memang harus di akui bahwa perjalanan
repormasi di indonesia sejak mei 1998 tak semudah yang di rencanakan namun
dalam bidang hukum ada banyak upaya memperbaikinya dengan tujuan untuk
menegakan supremasi hukum dan modernasasi hukum. Salah satunya dengan di
bentuknya lembaga-lembaga baru , atau yang sudah ada sebelunya seperti Komisi
Nasional hak asasi manusia (Komnas HAM) yang awal pembentukannya berdasarkan
keputusan presiden (Keppres) No 50 tahun 1993.
Lembaga baru tersebut antara lain:
·
Komisi hukum nasional
(KHN) yang di bentuk melalui keputusan presiden No 15 Tahun 2000 tanggal 18
Pebruari 2000. Pembentukan komisi hukum nasiona adalah untuk mewujudkan sistem
hukum nasional demi menegakan suplemasi hukum dan hak hak asai manusia
berdasarkan keadilan dan kebenaran dalam melakukan pengkajian masalah- masalah
hukum.
·
Komisi
pemberantasan Korupsi (KPK) pembentukannya melalui undang undang No 30 Tahun
2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi .pembentukan KPK merupakan
respon pemerintah terhadap rasa pesimistis masyrakat terhadap kinerja dan
reputasi kejaksaan maupun polisi dalam pemberantasan Korupsi
·
Komisi Nasional
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, yang di kenal dengan sebutan komnas
perempuan . lendependen ini di bentuk sebagai mekanisme nasiona untuk menghapus
kekerasan terhadap perempuan, didirikan tanggal 15 oktober 1998 berdasar
keputusan presiden No 181 tahun 1996
·
Komisi Ombudsman
Nasional Atau Di singkat KON , Di bentuk tanggal 20 maret 2000 berdasarkan
keputusan presiden No 44 Tahun 2000 KON berperan agar pelayanan umum yang di
jalankan oleh instansi-instansi pemerintah berjaan dengan bak dan menerima
pengaduan masyarakat tujuannya membabtu enciptakan kondisi yang kondusip dalam
melaksanakan KKN dan meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar
memperoleh pelayanan umum dan kesejahteraan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Pengertian al – qhadhai’iyyah ( Kekuasaan Yudikatif )
Dalam kamus ilmu politik, yudikatif
adalah kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan.
Dan dalam konsep Fiqh Siyasah, kekuasaan yudikatif ini biasa
disebut sebagaiSulthah Qadhaiyyah.
Kekuasaan kehakiman adalah untuk
menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan permusuhan, pidana dan
penganiayaan, mengambil hak dari orang durjana dan mengembalikannya kepada yang
punya, mengawasi harta wakaf dan persoalan-persoalan lain yang diperkarakan di
pengadilan. Sedangkan tujuan kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan
kebenaran dan menjamin terlaksananya keadilan serta tujuan menguatkan negara
dan menstabilkan kedudukan hukum kepala negara.
Persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan pergantian dan perubahan UUD yang tentu saja yang mempengaruhi
proses embrio ekuasaan yudikatif di indonesia, sejak awal memang di soroti
secara tajam oleh para pendiri negara(founding father). Dapat di telusuru dalam
pernyataan muhammad yamin ketika mengusulkan desain kewenangan mahkamah agung
(balai agung) . mahkamah adalah organisasi tertinggi, sehingga dalam hak
membanding (judicial riview) Balai Agung inilah yang akan memutuskaan apakah
produk hukum dari lembaga-lembaga tinggi negara lannya sejalan atau tidak
dengan hukum adat,syari’ah dan UUD.
·
Konsep Lembaga
Negara Dalam Islam
Dalam sejarah
Ketatanegaraan Islam, terdapat tida badan kekuasaan, yaitu : Sulthah
al-tasyri’iyyah (kekuasaan Legislatif), Sulthah al-thanfidziyah (Kekuasaan
Eksekutif), Sulthah al-qadha’iyyah (Kekuasaan Yudikatif).
Prinsip
kedaulatan rakyat menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme
kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan
berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat
itu biasanya diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation
of power) atau pembagian kekuasaan (distribution of power).
Secara
garis besar setelah masa reformasi dapat di rincikan sebagi berikut:
·
Mahkamah
Konstitusi
·
Mahkamah Agung
(MA)
·
Komisi Yudisial
(KY)
·
Komisi Yudisial
(KY)
Ketentuan dasar
mengenai organ dan wewenang kehakiman, umumnya terdapat dalam UUD 1945.
Misalnya dalam bab IX UUD 1945 yang berjudul “Kekuasaan Kehakiman” yaitu Pasal
24:
·
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain
badan menurut Undang-undang.
·
Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan Undang-
undang
Dalam sistem hukum yang berlaku di
indinesia, khususnya sistem hukum perdata, hingga kini masih terdapat dualisme,
yaitu:
·
Sistem hukum
adat, suatu tata hukum yang bercorak asli indonesia dan umumnya tidak tertulis.
·
Sistem hukum
Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode Prancis jaman Napoleon yang di
pengaruhi oleh hukum romawi.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah
Teori Politik Islam, cet III,(Bandung : Mizan , 1996) hlm 57
Ridwan HR, fiqh
Politik gagasan, harapan dan kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press,2007).
Hlm 273
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Dede Rosyada, Pendidikan Kewargaan
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, h.111
Sarip,S.H & Achmad Rizky Pratama, Mengungkap
Wajah Peradilan Tata Negara Indonesia, Lengge Prinitka, Yogyakarta: 2008,
hlm. 60
Ahmad syahrizal dalam jurnal konstitusi
, Volt.3, No.1,February 2006 hlm.125
[1] Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah Teori
Politik Islam, cet III,(Bandung : Mizan , 1996) hlm 57
[2] Ridwan
HR, fiqh Politik gagasan, harapan dan kenyataan, (Yogyakarta: FH UII
Press,2007). Hlm 273
[3]
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006)
[4] Dede Rosyada, Pendidikan Kewargaan
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, h.111
[5]
Sarip,S.H & Achmad Rizky Pratama, Mengungkap Wajah Peradilan Tata
Negara Indonesia, Lengge Prinitka, Yogyakarta: 2008, hlm. 60
[6] Ahmad syahrizal dalam jurnal konstitusi ,
Volt.3, No.1,February 2006 hlm.125
[7] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2008, hlm. 357
[8] Ibid,hlm. 360
[9] Ibid, hlm. 361
0 komentar:
Post a Comment