“ JARIMAH MINUM
KHAMR“
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah fiqh Jinayah
Program
Studi siyasah Semester III
Di Susun Oleh :
Asikin Abdul Aziz
(1123030010)
PROGRAM STUDI SIYASAH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
اَلْحَمْدُاِللهِ
الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِي قُلُوْبِ اْلمُؤْمِنِيْنَ, لِيَزْدَادُوْا
إِيْمَانًا مَعَ إِيْمَانِهِمْ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَافِ اْلَأنْبِيَاءِ
وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَلْحَمْدُلِّلِه
بِفَضْلِ الله وَكَرَامَهُ نَسْتَطِعُ اِنْ نُئَادِى وَنَعْمَلُ هَذِهِ
اْلوَظِيْفَةِ تَحْتَ اْلمَوْضُوْعِ"قِرَاءَةُاْلقُرْاَنَ".
Segala puji dan kemuliaan hanyalah milik
Rabb semata, atas segala rahmat dan ni’mat-Nya yang telah dikaruniakan kepada
segenap hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selamanya tercurah atas junjungan
alam yang menajadi penuntun umatnya ke jalan shirotol mustaqim.
Atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, alhamdulillah kami dapat
menyusun dan menyelesaikan sebuah kajian ilmiah tentang “Jarimah Minum Khamr” dengan wasilah tugas disertai bimbingan
dan dorongan dari dosen mata kuliah fiqh Jinayah .Disamping itu, kami sadari sepenuhnya bahwa kajian makalah yang kami
sajikan ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kami selalu berharap atas kritik dan sarannya yang
membangun, guna peningkatan di masa yang akan datang.
Akhirnya kami berharap,
semoga sekecil apapun untaian kata yang kami sajikan sebagai rangkaian ilmu dalam makalah
ini senantiasa menjadi bongkahan-bongkahan ilmu yang senantiasa bermafaat dunia
dan akhirat. Amin
Bandung 28 September 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR
ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C.
Maksud dan Tujuan Makalah......................................................................... 2
BABII PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirbul Khamr….......…………................................................. 3
B. Dasar
Hukum Meminum Khamr................................................................. 3
C. Unsur-unsur
Jarimah Minuman Khamr ………………………………...... 5
D. Hukuman
Bagi Peminum Khamr ............……………………………….... 6
E.
Hal-hal yang
Menghalangi Terlaksananya Hukuman …..……………....... 9
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN.......................................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam melarang
khamr (minuman keras), karena khamr dinggap sebagai induk keburukan (ummul
khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta. Dari sejak
semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa manfaatnya
tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkankannya. Dalam surah Al-Baqarah
ayat 219 Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا...
Mereka bertanya kepadamu tentang
khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.[1]
Ulama agama mengatakan bahwa hukum meminum khamar
adalah haram karena khamar menjadi induk segala kekejian dan kejahatan. Ahli
kedokteran mengatakan bahwa khamr merupakan bahaya paling besar yang dapat
menghancurkan kehidupan manusia. Khamar membuka jalan masuknya penyakit yang
sangat kronis, yakni penyakit TBC.
Di sisi lain, khamar juga dapat melemahkan dan
mengurangi kekebalan tubuh, dapat berefek buruk bagi seluruh anggota tubuh,
khususnya hati, serta dapat menyerang seluruh saraf. Karena itu, tidak
mengherankan lagi bahwa khamar merupakan faktor terbesar yang menjadi sebab
adanya penyakit saraf, selain juga merupakan faktor terbesar penyakit dan
faktor terjadinya kesengsaraan dan kriminalitas.
Prinsip tentang larangan khamr ini dipegang teguh
oleh negara-negara islam sampai abad ke-18. Akan tetapi awal abad kedua puluh,
negara-negara islam mulai berorientasi ke Barat dengan menerapkan hokum positif dan meninggalkan hokum Islam.
Maka jadilah khamr (minuman keras) pada prinsipnya tidak dilarang dan orang
yang meminumnya tidak diancam dengan hukuman, kecuali apabila ia mabuk di muka
umum.
Sementara negara-negara islam tenggelam dalam
pengaruh barat karena menjadi jajahan negara-negara Barat, negara-negara non
islam sendiri mulai aktif menggiatkan kampanye anti minuman keras, karena
mereka telh menyadari bahaya dari minuman keras ini, baik dari kesehatan maupun
ketrtiban masyarakat.
Oleh karena itu, saya akan membahas lebih lanjut
perihal pengertian khamr, dasar hokum, unsur-unsur meminum khamr, hukum bagi
peminum khamr, cara pembuktian peminum khamr dan hal-hal yang menghalangi
pelaksanaan hukuman.
B.
Rumusan
Masalah
a. Pengertian
Syirbul Khamr
b. Dasar
Hukum Meminum Khamr
c. Unsur-unsur
Jarimah Minuman Khamr
d. Hukuman
Bagi Peminum Khamr
e. Cara
Pembuktiannya
f. Hal-hal
yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman.
C.
Maksud
dan Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian dan hukum meminum
khamr
b.
Mengetahui unsur-unsur dari jarimah minuman
khamr
c.
Suapaya Mahasiswa mampu memahami pengertian
dari jarimah minuman khamr dan cara dari pembuktiannya.
d.
Dan yang terahir Mahasiswa mampu mengetahui apa
sajakah yang bisa menghalangi terlaksananya hukuman minuman khamr.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Syirbul Khamr
Ada beberapa nama yang diberikan para ulama
berkenaan dengan jarimah ini. Al-Bukhari memberikan nama syaribul khamr, Abu
Dawud menamakannya al-haddu fil khamr. Ibnu Majah menyebutnya dengan haddus
sakran, Imam Syafi’I haddul khamr, dan Imam Hanafi menamainya dengan hadus
syurb.
Asyirbah adalah bentuk jama’ dari kata syurbun. Yang
dimaksud asyirbah atau minum minuman keras adalah minuman yang bisa membuat
mabuk, apapun asalnya. Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad seperti dikutip
H.A. Djazuli, berpendapat bahwa yang dimaksud khamr adalah minuman yang
memabukkan, baik disebut khamr atau dengan nama lain. Adapun Abu Hanifah
membedakan antara khamr dan mabuk. Khamr diharamkan meminumnya, baik sedikit
maupun banyak, dan keharamannya terletak pada dzatnya. Minuman lain yang bukan
khamr tetapi memabukkan, keharamannya tidak terletak pada minuman itu sendiri
(dzatnya), tetapi pada minuman terakhir yang menyebabkan mabuk. Jadi, menurut
Abu Hanifah, minum minuman memabukkan selain khamr, sebelum minum terakhir
tidak diharamkan.[2]
B.
Dasar
Hukum Meminum Khamr
Meminum minuman khamr adalah perbuatan yang
dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang
mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr diungkapkan oleh Allah dalam
Alquran secara bertahap tentang status hukum. Hal itu diungkapkan sebagai
berikut.
1.
Ayat-ayat Al-quran
a. Surah
Al-Baqarah ayat 219
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
“Mereka bertanya kepadamu tentang
khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya..”
b. Surah
An-nisa’ ayat 43
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ...
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan”.
c.
Surah Al-Maidah
ayat 90-91
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم
مُّنتَهُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak ingin menghentikan
.[3]
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat diambil
kesimpulan hukum sebagai berikut:
Khamr
yang disebut orang kita tuak itu berasal dari perasan air anggur. Al- hidayah
menerangkan, khamr menurut ahli ilmu dan yang terkenal oleh bahasa yaitu
minuman yang berasal dari perasan air anggur. Menurut keterangan lain,
tiap-tiap minuman yang menutupi akal pikiran, dinamakan khamr. Demikian menurut
ahli bahasa seperti al-Jauhari, Abu Nashr Al-Qusyairi, Al-Dinuri, pengarang
kamus firuzaabadi.[4]
2. Hadits
Riwayat
dari Ibnu Umar ra.
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Berkata:
Umar telah berkhutbah di atas mimbar Rasulullah Saw. Beliau mengucap syukur
kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dia berkhutbah: Sesungguhnya arak telah
diharamkan oleh Allah berdasarkan ayat Alquran. Arak yang dimaksud, terdiri
dari lima macam jenis, yaitu gandum, barli, tamar, zabib dan madu. Arak ialah
benda yang menyebabkan hilang akal yaitu mabuk”.[5]
C.
Unsur-unsur
Jarimah Minuman Khamr
Unsur-unsur jarimah minuman khamr ada dua macam,
yaitu:
1. Asy-Syurbu
(meminum)
Sesuai pengertian asy-syurbu (minuman) sebagaimana
yang telah dikemukakan di atas, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa unsur ini (Asy-Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum
sesuatu yang memabukkan. Dalam hal ini tidak diperhatikan nama dari minuman itu
dan dari bahan apa minuman itu diproduksi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan
apakah yang diminum itu dibuat dari perasan buah anggur, gandum, kurma, tebu,
maupun bahan-bahan yang lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan kadar
kekuatan memabukkannya, baik sedikit maupun banyak, hukumannya tetap haram.
dianggap meminum apabila barang yang diminumnya
telah sampai ke tenggorokan. Apabila minuman tersebut tidak sampai ke
tenggorokan maka tidak dianggap meminum, seperti berkumur-kumur. Demikian pula
termasuk kepada perbuatan meminum, apabila meminum minuman khamr tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air yang dapat diminumnya.
Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (darurat) atau dipaksa,
pelaku tidak dikenai hukuman.
Apabila seseorang meminum khamr untuk obat maka para
fuqaha berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Menurut pendapat yang rajah
dalam madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hanbali, berobat dengan meggunakan (minuman)
khamr merupakan perbuatan yang dilarang, dan peminumnya (pelaku) dapat dikenai
hukuman had. Alas an mereka adalah hadits Nabi Saw.
2. Ada
Niat yang Melawan Hukum
Unsur ini terpenuhi apabila seseorang melakukan
perbuatan minum minuman keras (khamr) padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya
itu adalah khamr atau muskir. Dengan demikian, apabila seseorang minum minuman
yang memabukkan, tetapi ia menyangka bahwa apa yang diminumnya itu adalah
minuman biasa yang tidak memabukkan maka ia tidak diknai hukuman had, karena
tidak ada unsur melawan hukum.
Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman khamr itu
dilarang, walaupun ia tahu bahwa barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini
unsur melawan hukum (qasad jina’i) belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana
telah diuraikan dalam bab terdahulu, alas an idak tahu hukum tidak bias
diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di negeri dan lingkungan
islam.[6]
D.
Hukuman
Bagi Peminum Khamr
1. Sanksi
Hukum dari Aspek Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa para konsumen khamr
ditetapkan sanksi hokum had, yaitu hukum dera sesuai dengan berat ringannya
tindak pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Terhadap pelaku pidana yang
mengonsumsi minuman memabukkan dan/obat-obatan yang membahayakan, sampai batas
yang membuat gangguan kesadaran (teler), menurut pendapat Hanafi dan Maliki
akan dijatuhkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali. Menurut syafi’I hukumannya
hanya 40 kali. Namun ada riwayat yang menegaskan bahwa jika pemakai setelah
dikenai sanksi hukum masih dan terus melakukan beberapa kali (empat kali)
hukumannya adalah hukuman mati.
Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang
telah mencapai usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan
mengetahui kalau benda yang dikonsumsinya itu memabukkan.
Dalam islam selain ditetapkan hukumnya minuman keras
(khamr) juga ditetapkan hukumannya terhadap seseorang yang mengonsumsinya.
2. Sanksi Hukum dari Aspek Peraturan
Perundang-undangan
Minuman khamr dan obat-obatan terlarang lainnya
sudah menjadi masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dan masyarakat. Akhir-akhir ini minuman memabukkan dan atau
obat-obat terlarng lainnya tampak semakin marak dikonsumsi oleh orang tertentu
sehingga sudah meresahkan masyarakat dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Untuk itu, upaya meningkatkan npengawasan pengamanan
terhadap minum-minuman memabukkan dalam masyarakta, pihak pemerintah
telahmengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan No. 86/Men.Kes/IV/1997 tentang
Minuman Memabukkan. Selain itu di dalam KUHP memberikan sanksi atas pelaku
(penggunaan khamr) hanya jika sampai mabuk dan mengganggu ketertiban umum,
yakni kurungan paling lama tiga hari hingga paling lam tiga bulan (pasal 536).
KUHP juga memberikan sanksi atas orang yang menyiapkan atau menjual khamr,
sanksi hukuman kurungan dimaksud, paling lama tiga minggu (pasal 537), apalagi
jika yang diberi minuman adalah anak dibawah umur 16 tahun (pasal 538 dan 539).[7]
E.
Cara
Pembuktian
Pembuktian untuk jarimah minuman khamr dapat
dilakukan dengan tiga macam cara sebagai berikut.
1. Dengan
Saksi
Jumlah minimal saksi yang diperlukan untuk
membuktikan jarimah minum khamr adalah dua orang yang memenuhi syarat-syarat
persaksian, sebagaimana yang telah diuraikan dalam jarimah zina dan qadzaf.
Disamping itu, Imam Abu Hamka dan Imam Abu Yusuf mensyaratkan masih terdapatnya bau minuman
pada waktu dilaksanakannya persaksian. Dengan demikian, kedua Imam ini
mengaitkan persaksian dengan bau minuman keras (khamr). Akan tetapi, Imam
Muhammad Ibn Hasan tidak mensyaratkan hal ini.
lain yang
dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya adalah persaksian atau
peristiwa minum khamrnya itu belum kadaluarsa. Batas kadaluarsa menurut Imam
Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf adalah hilangnya bau minuman. Adapun menurut
Muhammad Ibn Hasan batas kadaluarsanya adalah satu bulan. Adapun menurut
Imam-imam yang lain, tidak ada kadaluarsa dalam persaksian untuk membuktikan
jarimah minum khamr ini.
2. Dengan
Pengakuan
Jarimah minum khamr dapat dibuktikan dengan adanya
pengakuan dari pelaku. Pengakuan ini cukup satu kali dan tidak perlu
diulang-ulang sampai empat kali. Ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk
pengakuan dalam jarimah zina juga berlaku untuk jarimah minuman khamr ini.
Imam Abu Hnifah dan Imam Abu Yusuf mensyaratkan
pengakuan tersebut belum kadaluarsa. Akantetapi, imam-imam yang lain tidak
mensyaratkannya.
3. Dengan
Qarinah
Jarimah minuman khamr juga bisa dibuktikan dengan
Qarinah atau tanda, qarinah tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Bau
Minuman
Imam malik berpendapat bahwa bau minuman
keras dari mulut orang yang meminum merupakan suatu bukti dilakukannya
perbuatan minuman khamr, meskipun tidak ada saksi. Akantetapi Imam Abu Hanifah,
Imam Syafi’I, dan pendapat yang rajah dari Imam Ahmad berpendapat bau minuman
semata-mata tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena mungkin saja ia
sebenarnya tidak minum, melainkan hanya berkumur-kumur, atau ia menyangka apa
yang diminumnya itu adalah air bukan khamr.
Mabuk
b. Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa mabuknya seseorang sudah merupakan bukti bahwa ia
melakukan perbuatan meminum khamr. Apabila dua orang atau lebih menemukan
seseorang dalam keadaan mabuk dan dari mulutnya keluar bau minuman keras maka
orang yang mabuk itu harus dikenai hkuman had, yaitu dera 40 kali. Pendapat ini
juga merupakan pendapat Imam Malik. Akantetapi Imam Syafi’I dan salah satu
pendapat Imam Ahmad tidak menganggap mabuk semata-mata sebagai alat bukti tanpa
ditunjang dengan bukti yang lain. Sebebnya adalah adanya kemungkinan minumnya
itu dipaksa atau karena kesalahan.
c. Muntah
Imam Malik berpendapat bahwa muntah
merupakan alat bukti yang lebih kuat daripada sekadar bau minuman, karena
pelaku tidak akan muntah kecuali setelah meminum minuman keras. Akantetapi Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad dalam slah satu pendapatnya tidak
menganggap muntah sebagai alat bukti, kecuali apabila ditunjang dengan
bukti-bukti yang lain, misalnya terdapatnya bau minuman keras dalam muntahnya.
F.
Hal-hal
yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman.
Hukuman untuk pelaku minum-minuman keras (khamr) tidak
bisa dilaksanakan apabiala terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Pelaku
mencabut pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
b. Para
saksi mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
c. Para
saksi kehilangan kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum
pelaksanaan hukuman. Ini hanya pendapat Imam Abu Hanifah.
BAB III
PENUTUP
Asyirbah adalah bentuk jama’ dari
kata syurbun. Yang dimaksud asyirbah atau minum minuman keras adalah minuman
yang bisa membuat mabuk, apapun asalnya.
Khamr berasal dari kata yang berarti menutupi. Di sebut sebagai khamr,
karena sifatnya bisa menutupi akal Sedangkan menurut pengertian urfi pada masa
itu, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur.
Sedangkan dalam pengertian syara’, khamr tidak terbatas pada perasan anggur
saja, tetapi semua minuman yang memabukkan dan tidak terbatas dari perasan
anggur saja.
Meminum-minuman khamr adalah perbuatan yang
dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang
mengatur tentang sanksi hokum peminum khamr diungkapkan oleh Allah dalam Alquran
secara bertahap tentang status hukum. Hal itu diungkapkan sebagai berikut.
Ayat-ayat
Alquran (Surah Al-Baqarah ayat 219)
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
“Mereka bertanya kepadamu tentang
khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya..”
(QS. Al-Baqarah: 219).
Cara
Pembuktian
a. Dengan
Saksi
b. Dengan
Pengakuan
c. Dengan
qarinah
DAFTAR PUSTAKA
Hakim,
Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung: Pustaka Setia.
Ali,
Zainuddin. 2007. Hukum Pidana Islam.
Jakarta: Sinar Grafika.
Ash-Shiddieqy,
Teungku Muhammad Hasbi. 2011. Koleksi
Hadits-Hadits Hukum 4. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Muslich,
Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam.
Jakarta: Sinar Grafika.
Rahmat Haklim. Hukum Pidana Islam. (Bandung: Pustaka Setia. 2000)
Zainuddin
Ali,. Hukum Pidana Islam. (Jakarta:
Sinar Grafika. 2007)..
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2005).
Zainuddin
Ali. Hukum Pidana Islam. (Jakarta:
Sinar Grafika. 2007).
[1] QS. Al-Baqarah: 219, Departemen
Agama RI, Al-Aliyy: Alqur’an dan
Terjemahnya (Bandung : Diponegoro, 2000), hal.27
[2]
Rahmat Haklim, Hukum Pidana Islam (Bandung: Pustaka Setia. 2000), hal. 95
[3] , Departemen Agama RI, Op.cit,hal 97
[4] M.K.
Bakri,Hukum Pidana dalam Islam
(Bandung : Ramadhani), hal. 60
[6] Ahmad
Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.
(Jakarta: Sinar Grafika,2005), hal 74-76
[7] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika., 2007), hal101-102
0 komentar:
Post a Comment