Soal UAS
:Buatlah matriks perbandingan pendapat-pemdapat siyasah ulama sunni dengan
topik seluas-luasnya. Makin banyak topik yang di bandingkan Makin besar
nilainya
No
|
Topik
|
Hasan Al-Banna
|
Ibn taimiyyah
|
1
|
Pemikiran
Politik
|
Hasan
Al-Banna (Mursyid ‘Aam pertama jamaah ikhwan) pernah memaparkan konsepsi
politik ketika berbicara mengenai hubungan antara Islam dengan politik dan
sikap seorang muslim terhadapnya. Beliau berpendapat bahwa: “ politik adalah hal yang memikirkan tentang
persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat. Ia memiliki dua sisi:
internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan sisi internal politik adalah
“mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci
kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk
kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka
melakukan kekeliruan. Sedangkan yang dimaksud dengan sisi eksternal politik
adalah “ memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai
tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta
membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam
urusan-urusannya.[3]
Hasan
Al-Banna, dengan gamblang mengaitkan antara aqidah dan aktivitas politik. Ia
berkata, “ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali
jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh kedepan dan
memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang
menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsanya.[4]
|
Dalam setiap pemikirannya, Taimiyah selalu
menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan utama berpikir, pun dalam
kosmopolitanisme. Untuk gagasan kosmopolitanisme, Taimiyah kembali berpatokan
pada ajaran bahwa Islam sebagai kebenaran haruslah menjadi kebaikan bagi
seluruh alam (rahmatan lil alamin) seperti disebutkan dalam Q.S.
Al-Anbiya : 107.
Dalam pemerintahan syariat yang dicita-citakan
oleh Taimiyah, nilai terpenting yang harus dijaga adalah keadilan dan
mempromosikan kebaikan-mencegah keburukan (amar ma’ruf nahi munkar).
Dalam aspek politik dan kenegaraan, secara radikal, Taimiyah lebih
memenangkan gagasan keadilan yang universal dibandingkan segala-galanya,
termasuk keimanan agama seseorang. Pendapat Taimiyah yang terkenal adalah
“lebih baik dipimpin oleh pemimpin yang kafir yang adil, daripada dipimpin
oleh pemimpin muslim yang dzalim.”
Jelas sekali pendapat Taimiyah ini dalam
konteks kepemimpinan dan kewarganegaraan sangat kosmopolit dengan memandang
manusia sebagai individu yang merdeka terlepas dari agama, ideologi, asal
negara, dan ikatan-ikatan tradisional lainnya.
Bermula dari pendapat mengutamakan pemimpin
yang adil dibandingkan keimanan ini, Taimiyah melanjutkan lebih jauh tentang
peranan Negara dalam proyek kosmopolitanisme. Taimiyah mengemukakan tugas
utama Negara adalah tegaknya syariat yang tidak lain demi tegaknya keadilan
universal. Dengan demikian syari’ah dan keadilan universal adalah suatu yang
paralel dan harus berjalan seiring.
|
2
|
Konsep Negara
|
Islam adalah agama dan sekaligus
sistem negara yang menjamin tegaknya keadilan dan mewujudkan kesejahteraan
umat manusia. Dalam merealisasikan tujuan tersebut, Alqur’an meletakkan
kaidah dan prinsip-prinsip umum yang berkaitan dengan negara dan pemerintahan
seperti penegakkan keadilan, penerapan musyawarah, memperhatikan kesamaan,
jaminan hak dan kebebasan berpendapat, dan penetapan solidaritas sosial
secara komprehensif serta hubungan pemimpin dan rakyatnya seperti hak dan
kewajiban timbal balik antara pemimpin dengan rakyatnya. Islam hanya
meletakkan kaidah-kaidah umum dan tidak menetapkan bentuk ataupun aturan
terperinci yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pengelolaan negara. Adapun
bentuk ataupun model pemerintahan beserta metode pengelolaannya menjadi ruang
lingkup ijtihaj dan proses pembelajaran kaum Muslimin dengan memperhatikan
aspek kemaslahatan dan menyesuaikan
perkembangan zaman.
Sebelum menjelaskan
prinsip-prinsip utama negara dalam perspektif Islam, lebih bijak jika kita
menjelaskan kedudukan yang saling berkait dan vital negara dan pemerintahan
dalam Islam. Prof. Muhammad al Mubarak dalam “Nizham al Islam: al Mulk wad
Daulah” menjelaskan setidaknya terdapat enam alasan pentingnya kedudukan
negara dan pemerintahan dalam Islam berdasarkan sumber dalam Alquran, Sunnah
dan praktek Shahabat
|
Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa negara dan
agama “sungguh saling berkelindan; tanpa keuasaan negara yang bersifat
memaksa, agama berada dalam bahaya. Tanpa disiplin hukum wahyu, negara pasti
menjadi sebuah organisasi yang tiranik,”Dalam al-Siyasah al-Syar’iyyah, ia
menganggap penegakan Negara sebagai tugas suci untuk mendekatkan manusia
kepada Allah. Mendirikan sebuah negara berarti menyediakan fungsi yang besar
untuk menegakkan ungkapan berikut: ”Melihat tegaknya sebuah keadilan berarti
melaksanakan perintah dan menghindar dari kejahatan dan memasyarakatkan
tauhid serta mempersiapkan bagi kedatangan sebuah masyarakat yang
dipersembahkan demi mengabdi Allah. Kekuasaan hukum Islam terlihat pada nama
yang dipilih dan diberikan para pelakunya, syariah. Kata itu berarti sebagai
rujukan akhir hukum Islam tidak saja berperan sebagai undang-undang perilaku
keagamaan, tetapi yang lebih lagi, kitab suci itu merupakan hukum dasar dan
tertinggi yang tidak dapat digolongkan sebagai argumen serius tentang
konstitusi negara Islam. Sumber hukum konstitusi Islam ke dua yang tidak
kalah penting adalah Sunnah atau dipilih Allah ntuk menyampaikan
risalahnya-Nya kepada semua manusia. Segenap praktek kehidupan Khulafaur-Rasyidin
juga termasuk Sunnah.
|
3
|
Pengelolaan
Harta
|
Hasan Al Banna dalam kajian ekonominya
mengungkapkan bahwa harta itu sendiri tidak memiliki nilai apa-apa dari
dzatnya. Nilai harta ditentukan oleh apa yang dihasilkannya, jika harta itu
mendatangkan kebaikan maka akan mendatangkan pula kebaikan pada si pemilik
harta. Begitu pula sebaliknya, jika harta itu menghasilkan kejahatan, maka
akan menghasilkan kejahatan pula bagi pemiliknya. Dengan begitu, Hasan Al
Banna memposisikan harta sebagai alat atau cara untuk memperoleh sesuatu.
|
Ibn Taimiyah mengatakan, hal-hal yang berkaitan
dengan harta benda ini adalah masalah pertambangan (al-A'yan), utang-piutang
baik yang bersifak khusus maupun umum seperti penyerahanbarang titipan, harta
teman seperkongsian, harta orang yang diwakilinya, harta orang yang besekutu
dengannya dalam suatu mudharabah (bagi hasil), dan pembayaran (penyerahan)
harta anak yatim. Hal lain yang terkait dengan masalah harta adalah
pembayaran utang dan lain sebagainya.
Jenis-jenis masalah yang berkaitan dengan harta
tersebut sangat erat kaitannya dengan masalah amanah, yaitu memberikan
hak-hak yang semestinya menjadi milik orang bersangkutan. Karenanya, baik
pejabat maupun rakyat harus bersama-sama melaksanakan amanah sebagaimana
mestinya. Amanah yang harus ditegakkan oleh penguasa dalam hal ini adalah menjamin terlaksananya
penyampaian hak tersebut kepada yang berhak menerimanya. Sedangkan bagi
rakyat, khususnya yang mempunyai kelebihan harta, hendaknya memberikan
sesuatu yang semestinya kepada penguasa.
Jika harta yang diambil pemerintah dengan cara
yang sah dari rakyatnya seperti pajak, zakat dan lain sebagainya harus
dijamin pembagiannya kepada yagn berhak unuk itu, apalagi pengembalian harta
orang lain yang belum sempat ia nikmati karena sebelumnya berada di bwah
penguasaan orang lain.
|
0 komentar:
Post a Comment